Berita  

Nelayan Audiensi dengan DPRD Pangandaran, Soroti Dugaan Kebocoran Retribusi TPI

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran Gelar Rapat Bersama DPRD Pangandaran.

KABAR PANGANDARAN – Sejumlah warga yang tergabung dalam Rukun Nelayan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), hingga Koperasi Unit Desa (KUD) mendatangi Gedung DPRD Pangandaran untuk beraudiensi. Mereka menyampaikan keresahan atas dugaan kebocoran retribusi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dinilai merugikan daerah sekaligus para nelayan.

Audiensi tersebut juga dihadiri perwakilan dari Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Dalam forum, para nelayan menilai lemahnya pengawasan di lapangan membuka ruang bagi oknum bakul atau agen untuk membeli langsung hasil laut di luar jalur resmi TPI. Praktik ini diduga menjadi penyebab utama bocornya penerimaan daerah dari sektor perikanan tangkap.

Berdasarkan data terakhir, potensi kebocoran retribusi diperkirakan mencapai 30 persen dari total pendapatan sektor TPI. Angka ini dinilai sangat signifikan, mengingat retribusi TPI merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pangandaran. Padahal, regulasi mengenai tata kelola pelelangan ikan sudah jelas tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 38 Tahun 2016, diperkuat dengan Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2019, serta perubahan terbaru dalam Perbup Nomor 20 Tahun 2023.

Aturan tersebut menegaskan bahwa seluruh transaksi hasil tangkapan laut wajib dilakukan melalui TPI. Selain itu, laporan penerimaan harus disampaikan secara transparan, sementara pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif maupun hukum. Namun dalam praktiknya, regulasi tersebut dianggap hanya sebatas dokumen tanpa implementasi maksimal di lapangan.

Dalam kesempatan itu, para nelayan mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah tegas terhadap oknum bakul yang menghindari kewajiban retribusi. Mereka menilai ketegasan aparat dan konsistensi penerapan aturan sangat penting agar keadilan dapat dirasakan, baik oleh nelayan kecil maupun pemerintah daerah sebagai penerima manfaat.

Selain penegakan hukum, nelayan juga mendorong adanya perbaikan sistem pengawasan di TPI. Salah satu usulan yang mengemuka adalah digitalisasi sistem transaksi agar lebih transparan dan akuntabel. Dengan penerapan sistem berbasis teknologi, data transaksi hasil laut bisa langsung tercatat dan termonitor secara real time, sehingga peluang manipulasi maupun kebocoran dapat diminimalisir.

Forum audiensi ini melahirkan sejumlah rekomendasi strategis. Di antaranya penegakan sanksi terhadap pelanggar aturan, pembentukan tim terpadu lintas instansi untuk melakukan inspeksi mendadak secara rutin, hingga pelibatan masyarakat dalam pengawasan sebagai bentuk kontrol eksternal.

“Jangan sampai aturan hanya berlaku di atas kertas, sementara praktik di lapangan berjalan berbeda. Jika kebocoran terus dibiarkan, yang rugi bukan hanya pemerintah, tapi juga nelayan kecil,” tegas salah satu perwakilan nelayan dalam forum tersebut.

Rapat kerja tersebut menegaskan bahwa kebocoran PAD bukan sekadar persoalan angka dalam laporan keuangan, melainkan persoalan serius yang berimbas pada kesejahteraan nelayan, keberlangsungan usaha perikanan, hingga pembangunan daerah.

Kini bola panas berada di tangan Pemerintah Kabupaten Pangandaran. Harapan besar disematkan agar sistem retribusi hasil laut benar-benar bersih, transparan, serta mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan daerah.