KABAR PANGANDARAN – Pantai Pangandaran, sebagai destinasi wisata unggulan di Jawa Barat, terus menjadi tulang punggung pendapatan daerah melalui retribusi tiket wisata. Namun, maraknya praktik kebocoran tiket yang mencuat ke permukaan menjadi sorotan serius dan mendesak perhatian pemerintah daerah untuk bertindak tegas.
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Galuh Raya Pangandaran menilai bahwa lemahnya sistem pengawasan merupakan faktor utama terjadinya kebocoran tiket. Untuk itu, mereka mendorong penerapan pengawasan berbasis teknologi, khususnya dengan pemasangan kamera pengawas (CCTV) di seluruh titik masuk kawasan wisata.
“Selama ini banyak kasus wisatawan masuk tanpa membayar tiket atau manipulasi jumlah pengunjung oleh oknum. Salah satu solusi paling efektif adalah pemasangan CCTV di semua pintu masuk,” ungkap Ketua Sub Korda IJTI Galuh Raya Pangandaran, Padna, Selasa (8/4/2025).
Padna menyebut, insiden kebocoran tiket yang sempat viral saat libur Lebaran lalu menjadi bukti bahwa sistem manual sudah tak relevan. Menurutnya, CCTV tidak hanya berfungsi sebagai alat pengawasan, tetapi juga instrumen transparansi dan kontrol yang dapat diaudit secara menyeluruh.
CCTV dan Tiket Digital: Duet Pengawasan Efektif
Lebih lanjut, IJTI Galuh Raya juga menyarankan integrasi sistem tiket digital sebagai pelengkap pengawasan CCTV untuk meminimalkan potensi manipulasi dan meningkatkan efisiensi pengelolaan.
“CCTV bisa menjadi garda depan dalam mengawasi aktivitas masuk wisatawan secara real-time dan mendeteksi tindakan kecurangan. Ini bentuk perlindungan bagi semua pihak, termasuk wisatawan,” jelasnya.
Padna berharap tidak ada pihak yang menolak penerapan teknologi ini. Ia menegaskan bahwa sistem berbasis teknologi akan menciptakan rasa aman dan nyaman, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan wisata Pangandaran.
Menuju Pengelolaan Wisata yang Transparan dan Modern
IJTI Galuh Raya menilai, langkah ini sejalan dengan upaya modernisasi pengelolaan destinasi wisata. Dengan penerapan teknologi secara konsisten, mereka optimistis pendapatan dari retribusi tiket dapat meningkat signifikan, dan kebocoran dapat ditekan seminimal mungkin.
“Jika pengawasan berbasis teknologi dijalankan dengan serius, maka retribusi tiket akan lebih transparan, akuntabel, dan hasilnya benar-benar dapat dirasakan oleh daerah,” pungkas Padna.***