MAKKAH, (KAPOL).-Perbedaan cuaca yang ekstrim berdampak pada tingkat kelelahan, dan daya tahan tubuh para jemaah haji Indonesia termasuk jemaah haji asal Pangandaran.
Apalagi jemaah yang berusia di atas 50 tahun akan sangat merasakan perbedaan cuaca yang sangat ekstrim. Dan itu dirasakan oleh jemaah asal Pangandaran yang berangkat pada 2 Agustus dan ditempatkan di daerah Sisyah 2 sekitar 5 KM dari Masjidil Haram.
Namun demikian para jemaah asal Pangandaran sudah bisa menyesuaikan dengan kondisi cuaca yang terjadi di Tanah Mekkah.
Akibat perubahan cuaca tersebut salah seorang jemaah calon haji asal Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran yang berangkat dalam kelompok terbang 57 meninggal dunia.
Jemaah asal Parigi, dr Titi Sutiamah melalui pesan singkatnya dari Al Haram Al Shareef Mekah, menjelaskan bahwa memasuki minggu ini, suhu di kota Makkah sekitar 39 sampai dengan 45 derajat celcius. Dan itu mulai berdampak terhadap kesehatan jamaah haji asal Kabupaten Pangandaran pada khususnya.
“Perbedaan cuaca yang extrim ini berdampak pada tingkat kelelahan dan daya tahan tubuh masing-masing jamaah yang sebagian besar di dominasi oleh usia di atas 50 tahun,” ungkapnya Selasa (7/8/2018).
Menurutnya, pada minggu-minggu di awal setelah tiba di tanah Haram, hampir semua jamaah mengalami penyesuain kondisi (jet lag), mengingat terdapat perbedaan waktu antara di tanah air dan di Makkah.
“Tapi pasca 3 hari di Makkah proses penyesuaian dengan kondisi dan situasi setempat semuanya berjalan dengan baik,” tuturnya.
Dirinya menambahkan, setelah meninggalnya 1 orang jamaah asal Kabupaten Pangandaran terkait kondisi jamaah terutama jamaah yang risti (resiko tinggi) diharapkan, tidak diforsir kegiatan ibadahnya. Misalnya setiap waktu salat ke Masjidil Haram, mengingat ibadah rukunnya belum dilaksanakan.
“Diharapkan para jemaah dapat menghemat tenaga untuk persiapan pada puncak hari H di Arafah dan Mina,” katanya. (M.Jerry/KAPOL)***