Berita  

DPRD Pangandaran Sampaikan 12 Rekomendasi Strategis Pasca Opini WDP dari BPK

Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran Asep Noordin,H.M.M (M Jerry/KP).

KABAR PANGANDARAN – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pangandaran memberikan 12 rekomendasi strategis kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran, menyusul diraihnya opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2024.

Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran, Asep Noordin, menegaskan bahwa opini WDP harus dijadikan bahan refleksi mendalam agar pengelolaan keuangan daerah ke depan lebih akuntabel, transparan, dan sesuai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

“Pemkab perlu melakukan review menyeluruh terhadap kebijakan fiskal tahunan agar selaras dengan kemampuan riil pendapatan daerah. Kami juga mendorong penerapan financial dashboard sebagai alat bantu pengambilan keputusan fiskal,” ujar Asep dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD, Selasa (17/6/2025).

Salah satu rekomendasi penting yang disampaikan adalah perlunya rasionalisasi anggaran Tahun 2025 dan pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) untuk mendeteksi risiko fiskal sejak dini. DPRD juga meminta agar Pemkab segera menyusun dan menyampaikan roadmap penyehatan fiskal daerah untuk dibahas secara bersama.

Dari sisi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), DPRD menyoroti perlunya digitalisasi sistem pemantauan transaksi sektor pariwisata, khususnya hotel dan restoran, serta penguatan kapasitas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dalam pemetaan potensi perpajakan.

“Evaluasi terhadap kinerja petugas pemungut pajak di tingkat desa juga harus segera dilakukan, mengingat peran mereka sangat strategis dalam optimalisasi PAD,” tegas Asep.

Terkait belanja pegawai, DPRD meminta Pemkab melakukan audit kepegawaian lintas SKPD secara berkala, yang diselaraskan dengan data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan BPKPSDM. Sistem deteksi otomatis terhadap pembayaran tidak wajar, baik kepada pegawai aktif, pensiunan, maupun pada masa cuti dan mutasi, juga perlu segera dikembangkan.

Selain itu, penyelesaian piutang PBB-P2 dan digitalisasi sistem pembayarannya menjadi fokus penting dalam upaya efisiensi dan optimalisasi penerimaan daerah.

DPRD juga menekankan perlunya pengawasan ketat dan audit menyeluruh terhadap pekerjaan fisik, terutama terkait kekurangan volume pekerjaan serta potensi kelebihan bayar yang ditemukan dalam LHP BPK.

“Peningkatan kapasitas pengelolaan anggaran harus dilakukan secara terstruktur melalui kerja sama dengan Badan Diklat BPK. Selain itu, pengawasan terhadap tata kelola dana BOS juga harus diperbaiki agar lebih efektif,” imbuh Asep.

Tak kalah penting, DPRD mendesak Pemkab untuk segera menyelesaikan utang belanja daerah yang masih menumpuk, serta memperkuat Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan program kegiatan.

Menurut Asep, seluruh catatan dan rekomendasi yang disampaikan BPK dalam LHP harus segera ditindaklanjuti oleh Pemkab dalam waktu maksimal 60 hari, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

“Ini bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi merupakan langkah penting dalam membangun kembali kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah,” pungkasnya.