PANGANDARAN, (KAPOL).- Pertumbuhan ekonomi global 2018 diperkirakan semakin baik, meskipun di saat bersamaan sedang bertangsung proses penyesuaian likuiditas global.
Pertumbuhan ekonomi global 2018 diperkirakan mencapai 3,9%, lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya sebesar 3,8%, terutama didorong oleh akselerasi ekonomi AS yang bersumber dan penguatan investasi dan konsumsi, di tengah berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter AS.
“Dari Eropa, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan tumbuh lebih tinggi didukung perbaikan ekspor dan konsumsi serta kebijakan moneter yang akomodatif,” ungkap Kepala Perwakilan Bank Indonesia, Heru Saptaji saat melakukan sharring discussion di Pangandaran, Rabu kemarin.
Lanjut Heru, negara berkembang pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga diperkirakan tetap cukup tinggi ditopang kenaikan konsumsi dan investasi swasta serta proses penyesuaian ekonomi yang beralan dengan baik.
Prospek pemulihan ekonomi global yang membaik tersebut, menurut Heru, akan meningkatkan volume perdagangan dunia yang berdampak pada tetap kuatnya harga komoditas, temasuk komoditas minyak pada 2018.
“Di tengah tren penguatan ekonomi dunia, likuiditas dolar AS cenderung mengetat, yang kemudian mendorong kenaikan imbal hasi surat utang AS dan penguatan dolar AS sehingga menekan banyak mata uang lainnya,” tuturnya.
Ke depan, kata Heru, sejumlah risiko perekonomian global tetap perlu diwaspadai.
Antara lain, kenaikan FFR dan imbal hasil surat utang AS, kenaikan harga minyak. ketegangan hubungan dagang AS dan Tiongkok, serta isu geopolitik terkait pembatalan kesepakatan nukir antara AS dan Iran.
Kata Heru, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 2018 tetap kuat didukung oleh permintaan domestik.
Pertumbuhan PDB triwulan I 2018 tercatat 5,06% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,01% (yoy), ditopang investasi yang naik dan konsumsi swasta yang tetap kuat.
“Investasi tumbuh tinggi sebesar 795% (yoy). meningkat dan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,27% (yoy) sehingga merupakan capaian tertinggi dalam lima tahun terakhir,” katanya.
Selain itu kata Heru, pertumbuhan investasi terutama didorong imvestasi nonbangunan yang membaik untuk mendukung kebutuhan proses produksi yang meningkat.
Investasi bangunan juga masih tumbuh tinggi seiring dengan proyek infrastruktur Pemerintah. Konsumsi swasta tetap kuat terutama didorong oleh meningkatnya belanja terkait penyelenggaraan Pilkada.
“Kuatnya permintaan domestik kemudian mendorong pertumbuhan impor yang cukup tinggi, khususnya impor barang modal dan bahan baku,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut dia, ekspor tetap tumbuh, meskipun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Secara spasia, kata Heru, perbaikan kineria ekonomi teriadi di wilayah Jawa, Bali, Maluku, dan Papua. Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi
2018 tetap berada pada kisaran 5,1-5,5%.
“Defisit transaksi berjalan triwulan I 2018 menurun sehingga menopang ketahanan sektor ekstoma perekonomian tndonesia. Defisit transaksi berjalan tercatat 5,5 miliar
dolar AS (2,1% dari PDB) pada triwulan I 2018, lebih rendah dan defisit pada triwulan sebelumnya yang mencapai 6,0 miliar dolar AS (2,3% dari PDB). Penurunan defisit
transaksi berjalan tenutama dipengaruhi oleh penurunan defisit neraca jasa dan peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder,” jelasnya.
Sementara itu, menurutnya, transaksi modal dan finansial tetap mencatat surplus di tengah tingginya ketidakpastian di pasar keuangan
global. Surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan 2018 tercatat 1.9 miliar dolar AS.
“Terutama ditopang oleh aliran masuk investasi langsung yang masih cukup
tinggi sehingga mencerminkan tetap positifnya persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia,” ujarnya.
Kata Heru, pada April 2018, neraca perdagangan mengatami defisit 1,63 miliar dolar AS terutama karena peningkatan impor nonmigas sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi.
Posisi cadangan devisa pada April 2018 tercatat 124,9 miliar dolar AS. setara dengan pembiayaan 7.7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, kata dia, sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik, defisit transaksi berjalan pada 2018 diperkirakan berada dalam kisaran 2,0 2,5% dari PDB, tetap terkendali delam batas yang aman yaitu tidak melebihi 3,0% dari PDB.
Kata Heru, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi pada triwulan I 2018 dipicu penguatan dolar AS yang terjadi dalam skala global. Secara point-to-point rupiah melemah sebesar 1 pada triwulan 2018 dan 1.06% pada April 2018.
Perkembangan nilai tukar rupiah masih terkendali ditopang oleh fundamental ekonomi Indonesia yang terjaga dan langkah stabilisasi secara terukur yang ditempuh Bank Indonesia.
Langkah stabilisasi nilai tukar rupiah di periode penyesuaian Likuiditas global ini juga ditopang upaya mengoptimalkan instrumen operasi moneter untuk tetap menjaga ketersediaan likuiditas.
“Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya,” kata dia.
Serta, menjaga bekeranya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan bunga terhadap stabilitas sistem keuangan, baik terkait aspek tikuiditas, permodalan, maupun risiko kredit, guna mengoptimalkan intermediasi perbankan yang sehat. (Agus Kusnadi)***