PANGANDARAN – (KAPOL).-
Untuk mengisi momentum Hari Kemerdekaan Indonesia, dengan semangat kebersamaan, toleransi dan perdamaian, Droupadi dan Yayasan Darma Bakti Karya menyelenggarakan ‘Festival dan Dialog Publik: Menyemai Damai di Kampung Nusantara Pangandaran pada Sabtu, (18/8/2018) pukul 08.00 WIB bertempat di Jl Raya Cintaratu, Dusun Cikubang, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran.
Ai Nurhidayat, ketua panitia kegiatan ini menjelaskan, tujuan Festival dan Dialog Publik ini adalah melibatkan para pemangku kebijakan di tingkat lokal kabupaten serta memberikan akses dan meningkatkan kesadaran individu dan kelompok anggota masyarakat yang selama ini minim informasi dan pengetahuan mengenai nilai- nilai perdamaian, toleransi dan keberagaman untuk mencegah kekerasan berbasis ekstremisme, radikalisme dan intoleransi.
Lanjut Ai, Festival dan Dialog Publik ini dihadiri sekitar 150 orang peserta dengan pembicara utama ketua Forum Pembauran Kebangsaan Usep Ependi, Kepala Kesbangpol Kabupaten Pangandaran Solih A.P, M.Si dan Ni Loh Madewati dari Droupadi serta melibatkan pegiat Gusdurian, Dr Cucu Setiawan dari PWNU Jawa Barat dan pegiat Kelas Multikultural.
Sementara itu peserta yang hadir RT, RW, Kepala Dusun, Kepala Desa, perwakilan Jejaring Pemuda, dan komunitas, perwakilan pemuka agama, perwakilan akademisi dan pendidik, perwakilan pers, aktivis dari organisasi Masyarakat Sipil, warga sekitar dan siswa Kelas Multikultural dari 18 provinsi.
“Kegiatan ini adalah salah satu tindak lanjut dari Workshop Pembentukan Task Force Jawa Barat yang dilakukan sebelumnya di Hotel Grand Sovia Bandung, pada tanggal 23-24 Juli 2018” jelas Ai.
Aktivis sosial Ni Loh Madewanti menjelaskan, salah satu tujuan pembentukan Task Force adalah mensosialisasikan rekomendasi penting dari penelitian mengenai potensi meningkatnya kekerasan berbasis ekstremisme yang dilakukan pada tahun 2017 oleh IRI (The International Republican Institute) di dua lokus berbeda di Indonesia yaitu Provinsi Jawa Barat (yang berkerja sama dengan lembaga CSIS) dan di daerah Solo Raya (yang bekerjasama dengan lembaga CRCS UGM). Pihaknya memilih Pangandaran sebagai daerah yang berpotensi menjadi contoh bagaimana penerapan berkesinambungan soal toleransi di Jawa Barat bahkan Indonesia.
“Kami memilih acara ini di Pangandaran karena niat baik dari para aktivis dan masyarakat patut diapresiasi dan diterapkan terlebih sebentar lagi menghadapi tahun politik” kata Made pada Kabar Priangan.
Ia menuturkan, upaya untuk menyemai damai dilakukan melalui upaya pemantauan dan meminimalisir ujaran kebencian (Hate Speech) serta menghapus Kampanye Hitam (Black Campaign) di masyarakat baik yang menyebar secara langsung maupun melalui media massa (cetak dan eletronik) atau yang berkembang melalui sosial media. Termasuk perlombaan film singkat semi dokumenter tentang isu perdamaian, toleransi dan keberagaman. Pengumuman pemenang lomba dan hasil karya perlombaan akan ditampilkan, dan menjadi salah satu strategi kampanye pencegahan kekerasan berbasis ekstremisme dan radikalisasi dan serta pendidikan publik untuk isu toleransi dan perdamaian.
“Karena itu kami selenggarakan juga lomba video, esai dan mading untuk juga melibatkan pelajar dan pemuda dalam memberi informasi kepada khalayak luas” tambah Madewanti.
Usep Ependi, M.Pd dalam pembicaraannya menyampaikan perlunya kita memaknai berbagai macam perbedaan sebagai rahmat yang harus disyukuri sebagai bekal hidup damai sejahtera. Ia juga mengilustrasikan, perbedaan bila sudah berbaur dengan damai akan menjadi indah seperti pelangi.
Senada itu, Solih sebagai perwakilan pemerintah menegaskan ulang bahwa tindakan intoleran, diskriminatif, radikal bahkan ekstim sudah jelas bertentangan dengan visi Kabupaten Pangandaran yang saat ini tengah disiapkan menjadi tujuan wisata dunia.
Di akhir acara, ada presentasi siswa, pemutaran film serta pertunjukan teater mewarnai kegiatan ini.