bjb
Berita  

Mahasiswi IPB University Asal Pangandaran Membuat Program Penguatan Dimensi Emosional Melalui Edukasi

Foto Bersama Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) University Bintang Restu Rejeki (22) bersama keempat temannya membuat Program Penguatan Dimensi Emosional melalui edukasi.(Istimewa).

KABAR PANGANDARAN – Mahasiswi asal Kabupaten Pangandaran yang sedang menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor (IPB) University Bintang Restu Rejeki (22) bersama keempat temannya membuat Program Penguatan Dimensi Emosional melalui edukasi bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) yang dilaksanakan di Sekolah Lansia BKL Wijaya Kusuma, Ciomas, Bogor.

Bintang Restu Rejeki (22) mengatakan program Penguatan Dimensi Emosional ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan kecerdasan emosional dan kontrol diri, membantu lansia memiliki penguatan dimensi emosional lansia tangguh, serta mengukur tingkat kestabilan emosional lansia yang berada di Sekolah Lansia Wijaya Kusuma.

“Program dilaksanakan secara offline dalam bentuk edukasi dan pengukuran dengan jumlah sasaran sebanyak 30 orang. Edukasi dilaksanakan sebanyak dua pertemuan, sedangkan pengambilan data dilakukan selama lima hari,” katanya, Minggu, 30 Juni 2024.

Pada proses pelaksanaannya, media yang digunakan dalam pelaksanaan program adalah PPT, leaflet, dan alat ukur berupa kuesioner, sedangkan edukasi dilakukan dengan sosialisasi yang meliputi rangkaian penyampaian materi dan gambaran mengenai keadaan emosional lansia.

“Saya sebagai penulis memberitahukan manfaat menguatkan emosi lansia,” tuturnya.

Sebelum materi edukasi disampaikan, peserta sosialisasi diminta untuk mengerjakan soal pre-test untuk membantu tim mengetahui pengetahuan  awal peserta sebelum mendapatkan paparan materi.

“Peserta juga mengerjakan soal post-test untuk mengukur pengetahuan setelah mendapatkan materi,” ucapnya.

Pada edukasi pertama yang dilaksanakan pada Rabu, 8 Mei 2024, pukul 10.00 – 11.30 WIB, lansia mendapatkan materi mengenai edukasi kestabilan emosional yang bertujuan meningkatkan kesadaran diri, pengelolaan stres, dan pemahaman emosi.

“Program ini memperbaiki hubungan sosial, mengurangi kesepian, serta mendorong ketahanan emosional dan sikap positif,” lanjutnya.

Kemudian pada edukasi kedua yang dilaksanakan pada Kamis, 6 Juni 2024 pukul 10.00 – 11.30 WIB, lansia mendapatkan materi mengenai kontrol diri yang bertujuan meningkatkan kemampuan mengelola emosi dan perilaku, terutama dalam menghadapi stres dan perubahan hidup.

“Hal tersebut membantu mereka tetap tenang, membuat keputusan yang lebih baik, dan memperbaiki hubungan sosial, sehingga mengurangi risiko depresi dan kecemasan, serta meningkatkan kesejahteraan emosional dan kualitas hidup,” ungkapnya.

Selain mendapatkan materi secara lisan, peserta juga mendapatkan leaflet sebagai bahan bacaan atau refleksi kembali yang bisa dibawa ke rumah, tim juga melakukan pengukuran menggunakan kuesioner yaitu dengan Trait Emotional Intelligence Questionnaire (TEIQue) yang dicetuskan oleh K. V. Petrides’ pada tahun 1998.

“Kuesioner ini berisikan serangkaian ciri kepribadian yang berkaitan dengan bagaimana seseorang memandang kemampuan emosionalnya sendiri,” katanya.

Konsep ini mencakup 15 aspek diantaranya kemampuan beradaptasi, ketegasan, ekspresi emosi, pengelolaan emosi, persepsi emosi, regulasi emosi, empati, kebahagiaan, impulsif rendah, optimisme, hubungan dengan orang lain, harga diri, motivasi diri, kesadaran sosial, dan manajemen stres (Petrides, 2010).

“Setelah program dilaksanakan, hasil yang dibuat sebagai luaran pelaksanaan program yaitu laporan akhir capstones, leaflet, booklet, dan juga modul,” tuturnya.

Harapannya program dapat membantu lansia untuk mengoptimalkan kestabilan emosional yang didapatkan dari konseling melalui penyampaian materi.

“Bagi pemerintah, program ini dapat dijadikan referensi program optimalisasi psikososial lansia dalam rangka mewujudkan dimensi ketiga lansia tangguh BKKBN,” ucapnya.

Sementara itu berdasarkan data dari BPS tahun 2020 bahwa lansia adalah bagian penting dari populasi yang memerlukan perhatian khusus dalam aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi. Data menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 4 lansia berusia 80 tahun ke atas mengalami sakit, yang menunjukkan perlunya intervensi komprehensif untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Selain itu, aspek emosional memegang peran krusial dalam menentukan kualitas hidup lansia. Meskipun sebagian besar dari mereka, sekitar 63,42%, menghabiskan waktu dengan mengunjungi keluarga dan teman, kenyataannya, perubahan dalam kehidupan atau kehilangan orang yang dicintai dapat menyebabkan perasaan kesepian dan isolasi diri (Lasmi dan Alpiah, 2024).

Selain itu, ketika lansia menghadapi penurunan fungsi fisik, seperti kehilangan kekuatan otot, gangguan mobilitas, atau masalah kesehatan kronis, hal ini tidak hanya menghambat kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari, tetapi juga bisa menimbulkan perasaan frustrasi, kecemasan, dan depresi.

Selain itu, berbagai peristiwa hidup yang menuntut, seperti pensiun dari pekerjaan yang dimiliki selama bertahun-tahun atau kehilangan pasangan hidup, dapat memicu stres yang berkepanjangan dan berdampak negatif pada kesejahteraan emosional (BPS, 2020).***