KABAR PANGANDARAN – Seorang warga bernama Iing (78) melapor ke pihak kepolisian Polres Pangandaran karena dirinya merasa namanya telah dicatut dalam sebuah sertifikat tanah di kawasan Tanjung Cemara Karangtirta yang terletak di Dusun Cipari, Desa Sukaresik, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
Ia baru menyadari terkait pendaftaran namanya pada sertifikat tanah tersebut pada awal tahun 2024. Ketika itu Iing dipanggil Kepala Desa Sukaresik, bahwa dalam sertifikat itu ia memiliki tanah seluas 1 hektare di Tanjung Cemara, ia pun mengaku kaget karena tidak merasa memiliki tanah di kawasan tersebut. Sudah lama ini Tanjung Cemara menjadi tempat tujuan wisata.
Menyikapi adanya dugaan pelibatan salah satu Notaris di Pangandaran, maka salah satu Notaris yang tidak ingin disebutkan namanya menjelaskan, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Jabatan PPAT, yang disebut PPAT adalah Pejabat umum yang diberikan kewenangan membuat akta-akta otentik, pembuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Wewenang dari Pejabat Pembuat Akta Tanah Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum, mengenai Jual Beli, Tukar menukar, Hibah, Pemasukan ke dalam perusahaan, Pembagian hak bersama, Pemberian hak guna bangunan dan hak pakai di atas tanah hak milik, Pemberian hak tanggungan dan Pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun.
Kata dia, menurut PP 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Secara singkat peran PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) atau Notaris dalam pertanahan hanya berkaitan dengan adanya peralihan hak bukan dalam penerbitan sertifikat hak,” ujarnya, Selasa 13 Februari 2024.
Dia menjelaskan soal konflik lahan di Tanjung Cemara dan atau sekitar daerah tersebut di Desa Sukaresik Karang Tirta yang dilaporkan warga ke polisi. Kata dia, pada tahun 2016 telah datang ke Kantor bertransaksi antara penjual yaitu pemilik Tanah yang merupakan ahli waris dari almarhum Tn. IS, yaitu Ny. FT, Tn. IPS dan Ny.JSS, sebagai pemilik dari 5 bidang sertipikat yang tercatat atas nama : IS ( SHM No. 167 Sukaresik Lt. 10.775
M2), ISN (SHM NO,168 Sukaresik Lt 11.090 M2), DR (SHM No.169 Sukaresik LT 8.790 M2), F (SHM No. 170 Sukaresik Lt. 8.975 M2) dan O (SHM No.171 Sukaresik Lt. 10.395 M2). Dengan pembeli sdr. TS dan Tn. TLM.
“Berdasarkan data sertifikat, 5 SHM tersebut diterbitkan oleh BPN pada tahun 1994 dengan penunjuk asal Tanah Negara. Keterangan lebih jauh menjadi ranah BPN. Dan sementara itu Kantor PPAT atau Notaris sebagaimana dituduhkan dengan inisial S baru berpraktek tahun 2013, artinya tidak memiliki hubungan dan keterkaitan dengan proses penerbitan sertifikat selain karena bukan kewenangannya,” terangnya.
Kata dia, sebagaimana hukum dan ketentuan yang mengatur tentang jual beli menurut PP No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PPAT atau Notaris sebelum ditandatanganinya
akta dan dilaksanakan jual beli WAJIB terlebih dahulu melakukan pengecekan sertifikat ke BPN Kabupaten Pangandaran untuk mendapatkan status Clear and Clean.
“Setelah dilakukan pengecekan dan dinyatakan sertifikat sah dan valid, serta
syarat-syarat lain dalam jual beli seperti melunasi kewajiban SPPT PBB, NPWP dan identitas para pihak, berikutnya PPAT Mengundang penjual dan pembeli untuk menandatangani akta-akta,” ujarnya.
Lanjutnya, pada saat akan ditransaksikan menurut keterangan pihak penjual atau pemilik tanah, kepemilikan tanah tersebut tercatat 3 bidang bukan atas nama pemilik langsung (IS atau ahli warisnya) dan pada saat itu PPAT atau Notaris menyatakan bahwa yang harus menandatangani dan menghadap adalah semua pihak atau nama yang tertera dalam sertifikat karena secara de jure merekalah yang berhak menandatangani meskipun secara de Facto atau di lapangan dimiliki dan dikuasai oleh pemilik yang berbeda.
“Kenapa bisa terjadi silahkan dikonfirmasi kepada yang mengetahui proses awal pembuatan sertifikat tersebut, salah satu versi yang mewakili pemilik tanah menyatakan dan bukan rahasia umum lagi apabila Tn. IS adalah pegawai dari Tn. ISN saat itu. Bahwa pada saat itu perwakilan dari pemilik tanah (ISN) saudara E, SHD membawa dan menghadirkan nama-nama yang tercantum dalam sertifikat.
Masing-masing akta di bacakan di hadapan para pihak dihadiri oleh saksi-saksi dan serta serentak menandatangani,” paparnya.
Berikutnya, lanjut dia, pada tahun yang sama atau tahun 2016 atau berselang kurang lebih 6 bulan dari sejak setelah balik nama, 5 bidang tanah tersebut beralih kembali melalui Kantor PPAT atau Notaris Indri Krishna Wardhani kepada pemilik baru yaitu Tuan BH, dan pada tahun 2023 beralih kepemilikan kepada 3 nama pemilik yaitu Tuan AS, Tuan L, HK dan Tuan TS.
“Peralihan tersebut dilakukan menurut prosedur hukum yang sah dan diterima serta dicatatkan pendaftarannya BPN Kabupaten Pangandaran melalui kantor kami,” ujarnya.
Selain prosedur-prosedur normatif pada saat akan dilakukan peralihan hak atas tanah tersebut PPAT atau Notaris juga menelusuri status tanah tersebut dengan melihat dan menganalisa Salinan putusan atau penetapan perkara Pengadilan tata Usaha Negara Bandung Nomor 17/G/1999/PTUN.BDG tertanggal 13 Oktober 1999 antara IA dan kawan kawan, sebagai penggugat melawan Kanwil BPN Prov. Jawa Barat, kantor Pertanahan Kodya Bandung dan Para Tergugat Intervensi III s/d X. (isi putusan sebagaimana dijelaskan dalam pemberitaan menurut Kepala Desa Mumu dikalahkan dalam gugatan tersebut.
“Bahwa telah dilakukan pengecekan Sertipikat sebelum dilakukan jual beli melalui Kantor kami untuk mendapatkan status clean and clear artinya sertifikat tidak dalam status diblokir karena adanya sengketa perdata, sita jaminan atau persoalan lainnya,” katanya.
Maka, status clean and clear ini untuk mendapatkan keterangan dari Kantor BPN bahwa sertifikat tidak bermasalah dan valid. Untuk otentikasi pada saat itu dilakukan konfirmasi juga kepada Kepala Desa Sukaresik yang saat itu menjabat (tahun 2016) yaitu saudara IA.
“BPN menyatakan bahwa kelima bidang sertifikat tersebut sah,” pungkasnya.***